22 August 2010

Kenapa tak pernah tau ttg lagu ni sebelum ni...? Syahdu

Krismansyah Rahadi "Chrisye" (1949-2007):

KETIKA MULUT TAK LAGI BERKATA 

Oleh: Taufiq Ismail

 

Tahun 1997 saya bertemu Chrisye sehabis sebuah acara, dan dia berkata, "
Bang, saya punya sebuah lagu, Saya sudah coba menuliskan kata-katanya, tapi
saya tidak puas. Bisakah Abang tolong tuliskan liriknya?" Karena saya suka
lagu-lagu Chrisye, saya katakan bisa.

 

Saya tanyakan kapan mesti selesai, dia bilang sebulan. Menilik kegiatan saya
yang lain, deadline sebulan itu bolehlah. Kaset lagu itu dikirimkannya,
berikut keterangan berapa baris lirik diperlukan, dan untuk setiap larik
berapa jumlah ketukannya, yang akan diisi dengan suku kata. Chrisye
menginginkan puisi relijius. Kemudian saya dengarkan lagu itu. Indah sekali.
Saya suka betul. Sesudah seminggu, tidak ada ide. Dua minggu begitu juga.
Minggu ketiga inspirasi masih tertutup. Saya mulai gelisah.

 

Di ujung minggu keempat tetap buntu. Saya heran. Padahal lagu itu cantik
jelita. Tapi kalau ide memang macet, apa mau dikatakan. Tampaknya saya akan
telepon Chrisye keesokan harinya dan saya mau bilang, " Chris, maaf ya,
macet. Sori." Saya akan kembalikan pita rekaman itu.

 

Saya punya kebiasaan rutin baca Surah Yasin. Malam itu, ketika sampai ayat
65 yang berbunyi, A'udzubillahi minasy syaithonirrojim. "Alyauma nakhtimu
'alaa afwahihim, wa tukallimuna aidhihim, wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanu
yaksibuun" saya berhenti. Maknanya, "Pada hari ini Kami akan tutup mulut
mereka, dan tangan mereka akan berkata kepada Kami, dan kaki mereka akan
bersaksi tentang apa yang telah mereka lakukan." Saya tergugah.

 

Makna ayat tentang Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa! Saya hidupkan lagi
pita rekaman dan saya bergegas memindahkan makna itu ke larik-larik lagi
tersebut. Pada mulanya saya ragu apakah makna yang sangat berbobot itu akan
bisa masuk pas ke dalamnya.

 

Bismillah. Keragu-raguan teratasi dan alhamdulillah penulisan lirik itu
selesai. Lagu itu saya beri judul Ketika Tangan dan Kaki Berkata.
Keesokannya dengan lega saya berkata di telepon," Chris, alhamdulillah
selesai". Chrisye sangat gembira. Saya belum beritahu padanya asal-usul
inspirasi lirik tersebut.

 

Berikutnya hal tidak biasa terjadilah. Ketika berlatih di kamar
menyanyikannya baru dua baris Chrisye menangis, menyanyi lagi, menangis
lagi, berkali-kali. Di dalam memoarnya yang dituliskan Alberthiene Endah,
Chrisye Sebuah Memoar Musikal, 2007 (halaman 308-309), bertutur Chrisye:

Lirik yang dibuat Taufiq Ismail adalah satu-satunya lirik dahsyat sepanjang
karier, yang menggetarkan sekujur tubuh saya.

 

Ada kekuatan misterius yang tersimpan dalam lirik itu. Liriknya benar-benar
benar mencekam dan menggetarkan. Dibungkus melodi yang begitu menyayat, lagu
itu bertambah susah saya nyanyikan! Di kamar, saya berkali-kali menyanyikan
lagu itu. Baru dua baris, air mata saya membanjir. Saya coba lagi. Menangis
lagi.

 

Yanti sampai syok! Dia kaget melihat respons saya yang tidak biasa terhadap
sebuah lagu. Taufiq memberi judul pada lagu itu sederhana sekali, Ketika
Tangan dan Kaki Berkata. Lirik itu begitu merasuk dan membuat saya
dihadapkan pada kenyataan, betapa tak berdayanya manusia ketika hari akhir
tiba. Sepanjang malam saya gelisah. Saya akhirnya menelepon Taufiq dan
menceritakan kesulitan saya. "Saya mendapatkan ilham lirik itu dari Surat
Yasin ayat 65..." kata Taufiq. Ia menyarankan saya untuk tenang saat
menyanyikannya. Karena sebagaimana bunyi ayatnya, orang memang sering kali
tergetar membaca isinya. Walau sudah ditenangkan Yanti dan Taufiq, tetap
saja saya menemukan kesulitan saat mencoba merekam di studio. Gagal, dan
gagal lagi. Berkali-kali saya menangis dan duduk dengan lemas. Gila!
Seumur-umur, sepanjang sejarah karir saya, belum pernah saya merasakan hal
seperti ini. Dilumpuhkan oleh lagu sendiri! Butuh kekuatan untuk bisa
menyanyikan lagu itu.

 

Erwin Gutawa yang sudah senewen menunggu lagu terakhir yang belum direkam
itu, langsung mengingatkan saya, bahwa keberangkatan ke Australia sudah tak
bisa ditunda lagi. Hari terakhir menjelang ke Australia , saya lalu mengajak
Yanti ke studio, menemani saya rekaman. Yanti sholat khusus untuk mendoakan
saya.

 

Dengan susah payah, akhirnya saya bisa menyanyikan lagu itu hingga selesai.
Dan tidak ada take ulang! Tidak mungkin. Karena saya sudah menangis dan tak
sanggup menyanyikannya lagi. Jadi jika sekarang Anda mendengarkan lagu itu,
itulah suara saya dengan getaran yang paling autentik, dan tak terulang!
Jangankan menyanyikannya lagi, bila saya mendengarkan lagu itu saja, rasanya
ingin berlari! Lagu itu menjadi salah satu lagu paling penting dalam deretan
lagu yang pernah saya nyanyikan.

 

Kekuatan spiritual di dalamnya benar-benar meluluhkan perasaan. Itulah
pengalaman batin saya yang paling dalam selama menyanyi.

Penuturan Chrisye dalam memoarnya itu mengejutkan saya. Penghayatannya
terhadap Pengadilan Hari Akhir sedemikian sensitif dan luarbiasanya, dengan
saksi tetesan air matanya. Bukan main. Saya tidak menyangka sedemikian
mendalam penghayatannya terhadap makna Pengadilan Hari Akhir di hari kiamat
kelak.

 

Mengenai menangis ketika menyanyi, hal yang serupa terjadi dengan Iin
Parlina dengan lagu Rindu Rasul. Di dalam konser atau pertunjukan, Iin
biasanya cuma kuat menyanyikannya dua baris, dan pada baris ketiga Iin akan
menunduk dan membelakangi penonton menahan sedu sedannya. Demikian sensitif
dia pada shalawat Rasul dalam lagu tersebut.

* *

Setelah rekaman Ketika Tangan dan Kaki Berkata selesai, dalam peluncuran
album yang saya hadiri, Chrisye meneruskan titipan honorarium dari produser
untuk lagu tersebut.

 

Saya enggan menerimanya. Chrisye terkejut. "Kenapa Bang, kurang?" Saya
jelaskan bahwa saya tidak orisinil menuliskan lirik lagu Ketika Tangan dan
Kaki Berkata itu. Saya cuma jadi tempat lewat, jadi saluran saja. Jadi saya
tak berhak menerimanya. Bukankah itu dari Surah Yasin ayat 65, firman Tuhan?
Saya akan bersalah menerima sesuatu yang bukan hak saya.

 

Kami jadi berdebat. Chrisye mengatakan bahwa dia menghargai pendirian saya,
tetapi itu merepotkan administrasi. Akhirnya Chrisye menemukan jalan keluar.
"Begini saja Bang, Abang tetap terima fee ini, agar administrasi rapi. Kalau
Abang merasa bersalah, atau berdosa, nah, mohonlah ampun kepada Allah. Tuhan
Maha Pengampun ' kan ?" Saya pikir jalan yang ditawarkan Chrisye betul juga.
Kalau saya berkeras menolak, akan kelihatan kaku, dan bisa ditafsirkan
berlebihan. Akhirnya solusi Chrisye saya terima. Chrisye senang, saya pun
senang.

* *

Pada subuh hari Jum'at, 30 Maret 2007, pukul 04.08, penyanyi legendaris
Chrisye wafat dalam usia 58 tahun, setelah tiga tahun lebih keluar masuk
rumah sakit, termasuk berobat di Singapura. Diagnosis yang mengejutkan
adalah kanker paru-paru stadium empat. Dia meninggalkan isteri, Yanti, dan
empat anak, Risty, Nissa, Pasha dan Masha, 9 album proyek, 4 album
sountrack, 20 album solo dan 2 filem. Semoga penyanyi yang lembut hati dan
pengunjung masjid setia ini, tangan dan kakinya kelak akan bersaksi tentang
amal salehnya serta menuntunnya memasuki Gerbang Hari Akhir yang semoga
terbuka lebar baginya. Amin.

 

Ketika Tangan dan Kaki Berkata

Lirik : Taufiq Ismail

Lagu : Chrisye

 

Akan datang hari mulut dikunci

Kata tak ada lagi

Akan tiba masa tak ada suara

Dari mulut kita

Berkata tangan kita

Tentang apa yang dilakukannya

Berkata kaki kita

Kemana saja dia melangkahnya

Tidak tahu kita bila harinya

Tanggung jawab tiba

Rabbana

Tangan kami

Kaki kami

Mulut kami

Mata hati kami

Luruskanlah

Kukuhkanlah

Di jalan cahaya.... sempurna

Mohon karunia

Kepada kami

HambaMu yang hina

 

(Diambil dari artikel tentang Krismansyah Rahadi (1949-2007) di majalah
sastra HORISON oleh Taufiq Ismail)

Chrisye Ketika Kaki dan Tangan Berkata

18 August 2010

Daring...

Dah lama tak post gambar Nu'man. Baru ni ada kesempatan pinjam kamera MPP, bawa balik ke rumah. Dapat la snap barang sekeping dua gambar terkini Nu'man. Sekali waktu nak snap gambar, dia buat muka daring la pulak. Nu'man... Nu'man, dah besar rupanya dia. Semoga jadi anak abi yang baik yang mujahid...



12 August 2010

Paksalah Dirimu Demi Ramadhan...

Sekiranya kita terdengar atau terbaca mengenai paksaan, pasti kebanyakan dari kita akan menganggap bahawa paksaan adalah suatu yang tidak disukai lantaran ianya menafikan hak kebebasan seseorang. Begitu juga akan ada orang yang akan mengatakan bahawa tiada paksaan dalam agama, lantas membawakan dalil dari surah al-Baqarah ayat 256. Dikuatkan lagi dengan terdapatnya banyak perbahasan di kalangan ulama berkenaan dengan paksaan atau al-Ikrah di dalam kitab-kitab fiqh mahupun usul al-Fiqh.

Kenyataan di atas kesemuanya adalah benar dan memang tidak dinafikan. Akan tetapi mari kita fikirkan sekali lagi berkenaan dengan paksaan ini dengan cara pemikiran di luar kotak (thingking out from the box).

Satu persoalan boleh kita lontarkan bagi menjadi pencetus kepada pemikiran dari sudut yang berbeza tentang paksaan ini. Apakan Allah menciptakan 'paksaan' atau perasaan 'rasa dipaksa' ini kesemuanya menjurus kepada keburukan ? Atau di sana terdapat juga nilai-nilai kebaikan dalam paksaan ini? Samalah juga dengan beberapa pandangan yang menyatakan bahawa segala kemungkaran yang Allah larang; selain ianya sendiri suatu yang buruk, tetapi terdapat juga kebaikannya bilamana kemungkaran-kemungkaran ini akan dapat menjadikan kita sebagai orang yang lebih banyak bersabar dan berhati-hati dalam setiap tindakan kita. Begitu juga apabila kita mengatakan bahawa setiap bala bencana yang Allah turunkan pasti ada di sana hikmah dan kebaikannya.

Begitulah juga dengan paksaan ini. Suatu paksaan akan dilihat sebagai suatu yang buruk apabila ia dikaitkan dengan perkara-perkara yang negatif seperti paksaan dari seseorang ke atas orang lain agar melakukan suatu yang dilarang oleh Allah. Contoh seperti seseorang yang dipaksa untuk minum arak, membunuh orang lain, dipaksa untuk berbohong dengan perkara yang bukan hak dan lain-lain lagi. Sebaliknya, jika suatu paksaan itu dikaitkan pula dengan kebaikan; berserta beberapa syarat yang perlu dijaga, sudah pasti paksaan itu adalah suatu yang positif. 

Mari kita sama-sama melihat tentang perkara ini dalam konteks bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan seperti yang kita fahami adalah bulan yang penuh dengan barakah, rahmat dan segala macam ganjarannya. Setiap muslim adalah dituntut untuk merebut peluang keemasan ini sebagai bekalan di akhirat kelak. Antara yang dituntut adalah dengan memperbaiki amal ibadat lantas memperbanyakkannya di bulan ini. Bagi mereka yang telah selesai perkara-perkara asas tentang Islam, mungkin ianya suatu yang mudah untuk melakukan ibadat di bulan ini. Tetapi bagaimana dengan mereka yang masih kurang dari segi perkara-perkara asas tentang agama ini? Adakah dengan keadaan mereka yang sedemikian akan membuatkan mereka untuk terus leka dan membiarkan Ramadhan dengan begitu sahaja? Sudah pasti perkara seperti ini tidak sewajarnya berlaku ke atas seorang muslim. Oleh yang demikian, kita sebagai seorang muslim harus memberi kesedaran kepada mereka bahawa mereka perlu memaksa diri mereka sekuat yang mungkin untuk merebut segala peluang ibadah yang ada di dalam bulan Ramadhan. 

Memaksa diri agar dapat mendirikan solat tarawih walaupun ianya mungkin memenatkan. 

Memaksa diri untuk melakukan tilawah sebanyak mungkin walaupun bacaannya kurang sempurna. 

Memaksa diri untuk mengeluarkan infaq biarpun sedikit, walaupun sumber kewangannya adalah terbatas. 

Memaksa diri untuk bangun malam melakukan ibadah sunat walaupun terpaksa membataskan masa rehat dan masa tidur. 

Memaksa diri untuk tidak melakukan perkara-perkara yang lagho, apatah lagi kalau kemungkaran, walaupun semua perkara tersebut adalah perkara yang menyeronokan hati.

Memaksa diri agar berusaha untuk mendekatkan diri dengan Allah, memohon keampunan dariNYA, memohon kekuatan dariNYA untuk beramal soleh, walaupun sebelum ini ianya suatu yang sukar untuk dilakukan.

Persoalannya kini, adakah kita mampu untuk memaksa diri kita bagi tujuan tersebut? Jawapannya adalah ya, kita mampu untuk melakukannya. Ini kerana Allah telah menetapkan bahawa setiap yang perintahkan, pasti mampu untuk dilakukan (al-Baqarah 286). Jika masih lagi merasakan tidak mampu, maka di luar sana banyak lagi faktor yang boleh menjadi pendesak. Jadikan Ramadhan sebagai pendesak dan pemaksa untuk kita melakukan ibadah. Jadikan janji pahala dan dosa, syurga dan neraka sebagai pendesak bagi kita melakukan amal soleh dan meninggalkan amal mungkar. Jadikan orang-orang di sekeliling kita sebagai pihak yang boleh mendesak kita untuk mencapai tujuan tersebut. Jadikan juga suasana kehidupan hari ini; perkara-perkara yang Islamik, untuk mendesak kita menjadi pendokongnya, dan perkara-perkara kemaksiatan dan masalah sosial, untuk mendesak kita agar menjadi ejen yang boleh mengatasi dan mengubahnya kepada kebaikan.

Semua ini tidak mustahil dan boleh dilaksanakan, selagi ianya terikat dengan kaedah-kaedah Islam.

Di dalam al-Quran menyebut agar kita bersegera dalam melakukan kebaikan (Ali Imran 114, 133, al-Anbiya 90, al-Mukminun 61). Dan begitu juga di dalam hadis terdapat saranan untuk kita bersegera / mubadarah untuk melakukan amal kebaikan (sahih Muslim 328, 7584, 7585). Jika diteliti arahan untuk 'bersegera' ini, kita dapati terdapat di sana unsur-unsur paksaan; iaitu paksaan ke arah kebaikan. Seolah-olah apabila kita meminta seseorang untuk segera melakukan sesuatu, bererti kita memaksa (bukan dengan kekerasan dan bukan untuk tujuan keburukan) untuk dia melakukannya dengan pantas berdasarkan kemampuannya.

Kesimpulannya, selagi mana paksaan yang dilakukan itu adalah untuk kebaikan, dan terikat dengan batas-batas Islam (iaitu dengan tidak melibatkan unsur ghuluw / melampaui batas), maka kita harus untuk memaksa diri kita atau orang lain agar dapat dan terus melakukan segala yang telah diperintahkan oleh Allah.

Jadi untuk akhirnya, bersempena dengan Ramadhan yang mulia ini, marilah kita sama-sama berusaha dan memaksa diri kita ke tahap paling tinggi agar kita dapat merebut segala peluang ganjaran yang Allah tawarkan kepada kita sebagai bekalan di akhirat kelak.

Sesungguhnya Allahlah yang maha mengetahui akan segalanya.

03 August 2010

Kenangan...

Ini adalah batch pertama Kolej Jaipetra (kini Jaiputra). Gambar ni diambil sebagai koleksi pelajar dan juga kolej sendiri. Daripada ramai-ramai yang ada dalam gambar ni, hanya beberapa orang sahaja yang masih 'maintain'. Harap sangat kalau boleh kembali bersama, mem'varnish' semula ikatan ukhuwwah yang telah terbina....


p/s - kat mana korang semua la ni..?